أهلا وسهلا بمعهد الخاص الحليمي ساسيلا غنونج ساري لمبوك الغربية

Jumat, 22 Juli 2011

peringatan Harlah NU dan GP Ansor di Ponpes Al Halimy Sesela, Lombok Barat

Peringatan Harlah NU dan GP Ansor di Ponpes Al Halimy Sesela, Lombok Barat

Jajaran Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang berdiri di bawah panji-panji Nahdlatul Ulama (NU) diminta kembali ke masjid-masjid dan pondok pesantren dalam melakukan keseluruhan aktivitas organisasi.

Langkah ini merupakan wujud revitalisasi GP Ansor dalam upaya memegang teguh ikrar Ansor mengawal Ahlussunah Wal Jamaah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini ditegaskan Sekjen Pengurus Pusat GP Ansor M Agil Irham saat peringatan Harlah NU dan GP Ansor di Ponpes Al Halimy Sesela, Lombok Barat, kemarin. ‘’Harus dilakukan revitalisasi ajaran Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja). NU dan GP Ansor menjadi garda terdepan dalam membawa pesan Islam yang rahmatan lil alamiin,’’ kata Agil di depan seribuan warga Nahdliyin yang memadati komplek ponpes.


Hal senada diungkapkan Ketua GP Ansor NTB Suaeb Qury terkait upaya Ansor NTB dalam menjaga ajaran dan nilai-nilai Aswaja dalam kehidupan sehari-hari maupun menjaga keutuhan NKRI. Begitu juga dengan Ketua PW NU NTB TGH Mahfudz, pihaknya terus melakukan langkah-langkah pembinaan dalam upaya menjaga anti kekerasan di tengah masyarakat. ‘’Dalam momentum harlah ini, ada dua ponpes baru yang mendeklarasikan diri berada di bawah panji-panji NU,’’ terangnya.
Sementara itu, Gubernur NTB Dr TGH M Zainul Majdi yang memberikan sambutan penutup sekaligus membuka Diklatsar GP Ansor, mengapresiasi peran warga NU yang telah memberikan manfaat dan peran yang tidak sedikit sejak NTB ditetapkan sebagai provinsi, bahkan sebelum kemerdekaan RI. ‘’Kebangsaan dan keagamaan adalah dua sisi mata uang yang sama,’’ papar doktor tafsir Alquran ini.


Ketua PBNW Pancor ini juga mengungkapkan, sisi perjuangan ideologi melalui pergumulan ide, gagasan harus tetap dijaga dan mendapat tempat dalam berjuang. Dengan perjuangan ideologi inilah yang akan mampu menempatkan perjuangan pada khittahnya. Ajaran Aswaja yang dibawa NU bisa menjadi tuntutan dalam membawa kedaimaian di masyarakat.
Munculnya gerakan radikal di tempat-tempat terpencil ini merupakan salah satu wujud rapuhnya kepedulian di kalangan masyarakat, bahkan Gubernur mengulaingi ajakan untuk peduli ini hingga tiga kali. Dan meskipun NTB memiliki banyak Ulama dan tokoh agama, tapi tidak semua daerah yang mampu dijangkau dengan porsi yang sama dalam memberikan tausyiah-tausyiah penyadaran.
Gubernur juga kembali menegaskan, bahwa komplek Umar Bin Khattab (UBK) bukanlah pondok pesantren (ponpes) tapi camp pelatihan untuk mendidik membuat kerusakan, sehingga tidak layak diberikan label ponpes. Sehingga diharapkan masyarakat tidak begitu saja menerima informasi dari berbagai sumber tanpa melalui daya kritis. Dikhawatirkan, paham atau sebutan keliru yang sering digunakan media massa maupun pihak lain justru akan menjadi sebutan yang justru merugikan umat Islam. ‘’Bukan saja karena UBK tidak terdaftar di Kemenag, tapi apa yang diajarkan sama sekali bertentangan dengan paham Islam, orang yang datang dibekali paham radikal untuk membunuh. Jadi saya sama sekali tidak pernah percaya UBK adalah sebuah ponpes,’’ tegas gubernur termuda di Indonesia ini

Sumber :Lombok Post


Baca selengkapnya......